Ebeg
Banyumas International Literacy Festival 2025
Ebeg merupakan kesenian khas Banyumas yang berkembang tanpa pengaruh budaya luar, termasuk dari agama Hindu dan Budha yang lebih dulu masuk ke Nusantara. Lirik lagu yang mengiringi tarian ini sering kali berupa pantun atau wejangan yang disampaikan dalam Bahasa Jawa Banyumasan dengan logat ngapak, seperti dalam tembang Sekar Gadung, Eling-Eling, Ricik-Ricik Banyumasan, yang jarang menggunakan bahasa Jawa Mataraman. Musik pengiringnya pun khas, menggunakan gamelan Banyumasan atau calung.
Selain bahasa dan musik, gerakan tarian ebeg juga memiliki ciri khas tersendiri yang membedakannya dari kesenian serupa seperti kuda lumping atau jathilan. Gerakan dalam tarian ebeg cenderung kasar dan spontan, mengikuti kendang tanpa pola yang kaku. Hal ini berbeda dengan jathilan atau jaranan yang gerakannya lebih halus dan terstruktur.
Dalam pertunjukannya, ebeg juga memiliki perbedaan penyajian antara wilayah utara dan selatan Sungai Serayu. Ebeg di daerah utara (Lor Kali) menggunakan gamelan laras slendro lengkap sebagai standar gamelan ebeg, sementara di daerah selatan (Kidul Kali), gamelan sering ditambah dengan terompet serta menghadirkan unsur barongan dan penthul. Meski demikian, secara umum alur pertunjukan dan unsur-unsurnya tetap sama, termasuk properti, penari atau pemain, penimbul, tempat pertunjukan, pola lantai, tata rias dan busana, tata suara serta pencahayaan, sesaji, indhang, dan gerakan tari.
Salah satu aspek yang membuat ebeg begitu khas adalah fenomena kesurupan yang sering terjadi saat pertunjukan. Para penari diyakini dirasuki roh halus atau indhang yang membuat mereka menampilkan atraksi di luar kesadaran, seperti makan beling atau berjalan di atas bara api. Untuk memastikan prosesi ini berjalan lancar, sesaji disiapkan sebagai bentuk penghormatan kepada indhang. Sesaji ini terbagi menjadi tiga fungsi utama, yaitu sesaji untuk memasukkan dan mengeluarkan indhang dari tubuh penari dengan cara membakar kemenyan yang telah diberi mantra, sesaji makanan atau klangenan yang menggunakan bunga telon dan juga telah diberi mantra, serta sesaji untuk pementasan yang berupa makanan dan minuman seperti air kanthil, kelapa muda, air daun sirih, bunga mawar, dan kenanga.
Keberadaan indhang dalam ebeg dipercaya tidak hanya merasuki penari, tetapi juga bersemayam dalam benda-benda pusaka seperti keris, batu, cincin yang digunakan oleh dukun atau penimbul, serta eblek yang menjadi properti utama tarian. Dengan menempatkan indhang dalam benda-benda ini, roh halus dipercaya dapat dengan mudah berpindah tempat mengikuti lokasi pertunjukan.
Meski memiliki unsur spiritual yang kental, ebeg tetap diminati oleh berbagai kalangan, termasuk generasi muda. Banyak anak-anak dan remaja yang tertarik untuk menjadi pemain ebeg, membuktikan bahwa tarian ini masih memiliki daya tarik yang kuat di tengah arus modernisasi. Sebagai bagian dari warisan budaya Banyumas, ebeg terus dijaga dan dilestarikan agar tetap hidup di tengah perubahan zaman.
Program BIL Fest
Tentang BIL Fest
Support BIL Fest
© Copyright by Banyumas International Literacy Festival 2025
